Ini cerita pengalaman Nina (21), seorang sales promotion girl (SPG) yang tengah bertugas di stan Daihaitsu di Indonesia International Motor Show (IIMS) 2008. Meski baru setahun menekuni profesi ini, tapi beberapa produk sudah menggunakan dirinya. Diawali dari rokok, telepon seluler, dan otomotif sebagai pengalaman pertama Nina. Dalam sebulan ia bekerja sebagai SPG lebih dari sekali.
Dari tiga produk yang sudah dijalaninya, Nina dapat mengenali beragam karakter dan pola tingkah manusia. Selain itu, ia juga merasa lebih mandiri. "Saya sudah bisa membiayai kuliah sendiri. Udah enggak minta orangtua lagi. Seneng-lah," katanya. Saat ditanya penghasilan, fee yang dia peroleh cukup beragam. Menurutnya, bayaran paling tinggi adalah dari telepon seluler. "Kalo sekarang (produk mobil), saya dibayar Rp 300.000 per hari. Dari 10 hari pameran, ya bisa dikontrak 8 atau 9 hari. Lumayanlah buat nutupi biaya kuliah," ujar mahasiswi semester 7 di Interstudi jurusan PR ini.
Dalam sebulan, ia bisa terlibat dalam 2 hingga 3 event. Bisa terbayang berapa penghasilannya? Kata Nina, menjadi SPG mobil dituntut penguasaan yang lebih. Nina mengaku, saat pertama kali menjadi SPG mobil dia kagok sebab di luar perkiraannya, penguasaan terhadap product knowledge mobil lebih rumit. Apalagi, tipikal konsumen mobil biasanya jauh lebih rewel. "Ya maklum sih mereka kan mau beli mobil. Jadi, banyak survei, tanya-tanya. Bingung juga sih kalau dapat konsumen yang bawel," ujarnya.
Apa yang dialaminya ini berbeda dengan saat ia menjadi SPG rokok. "Konsumennya lebih jahil," begitu kata Nina. Tantangannya pun lebih berat. "Kalau di rokok ada venue-venue. Ada A, B, C. Nah, repotnya kalo dapet venue C, kita harus ngider di tempat-tempat makan pinggir jalan gitu," kata Nina yang berasal dari Jakarta Agency.
Mendapat pemasukan yang lumayan, membuat gadis murah senyum ini tak berpikiran untuk bekerja kantoran. Apalagi, orangtuanya sangat mendukung pekerjaan yang dilakoninya saat ini. "Orangtua sih cuma nitipin supaya jaga diri, apalagi dari kerja ini aku bisa mandiri. Belum kepikiran mau kerja kantoran. Habis, jadi SPG aja bayarannya udah lebih besar. Nah, pas temanku yang kerja kantoran cerita tentang kerjaannya, kayanya kok membosankan ya kerja di dalem terus. Mending kaya gini, ketemu banyak orang," paparnya. Tapi, ya nggak terus-terusan jadi SPG. Aku punya cita-cita suatu saat bisa bikin agency sendiri atau EO. Kan selama ini juga belajar banyak dengan ikut macam-macam event," kata Nina.
Sumber : http://kompas.com/
Dalam sebulan, ia bisa terlibat dalam 2 hingga 3 event. Bisa terbayang berapa penghasilannya? Kata Nina, menjadi SPG mobil dituntut penguasaan yang lebih. Nina mengaku, saat pertama kali menjadi SPG mobil dia kagok sebab di luar perkiraannya, penguasaan terhadap product knowledge mobil lebih rumit. Apalagi, tipikal konsumen mobil biasanya jauh lebih rewel. "Ya maklum sih mereka kan mau beli mobil. Jadi, banyak survei, tanya-tanya. Bingung juga sih kalau dapat konsumen yang bawel," ujarnya.
Apa yang dialaminya ini berbeda dengan saat ia menjadi SPG rokok. "Konsumennya lebih jahil," begitu kata Nina. Tantangannya pun lebih berat. "Kalau di rokok ada venue-venue. Ada A, B, C. Nah, repotnya kalo dapet venue C, kita harus ngider di tempat-tempat makan pinggir jalan gitu," kata Nina yang berasal dari Jakarta Agency.
Mendapat pemasukan yang lumayan, membuat gadis murah senyum ini tak berpikiran untuk bekerja kantoran. Apalagi, orangtuanya sangat mendukung pekerjaan yang dilakoninya saat ini. "Orangtua sih cuma nitipin supaya jaga diri, apalagi dari kerja ini aku bisa mandiri. Belum kepikiran mau kerja kantoran. Habis, jadi SPG aja bayarannya udah lebih besar. Nah, pas temanku yang kerja kantoran cerita tentang kerjaannya, kayanya kok membosankan ya kerja di dalem terus. Mending kaya gini, ketemu banyak orang," paparnya. Tapi, ya nggak terus-terusan jadi SPG. Aku punya cita-cita suatu saat bisa bikin agency sendiri atau EO. Kan selama ini juga belajar banyak dengan ikut macam-macam event," kata Nina.
Sumber : http://kompas.com/